Setiap tetes darah yang mengalir saat penyembelihan qurban, bukan hanya simbol ketaatan, tapi juga menjadi saksi bisu akan kekuatan tekad yang tak tergoyahkan—azzam yang tangguh dari seorang hamba kepada Tuhannya.
Qurban bukan semata soal hewan yang disembelih. Di balik ritual yang mungkin terlihat sederhana itu, tersembunyi kisah-kisah pengorbanan, perjuangan batin, dan keteguhan hati. Ia adalah bahasa cinta dalam bentuk paling murni: rela kehilangan demi mendapat ridha-Nya.
Kisah Qurban: Warisan Azzam dari Nabi Ibrahim
Mari kita kembali sejenak ke ribuan tahun silam. Seorang ayah tua, Ibrahim, mendapat perintah yang mengguncang dunia: menyembelih anaknya sendiri, Ismail. Bayangkan pergolakan batin seorang ayah—antara cinta yang manusiawi terhadap anak, dan cinta ilahi kepada Sang Khalik.
Namun, dengan dada yang bergemuruh dan mata yang mungkin penuh air mata, Ibrahim membuktikan: bahwa cinta kepada Allah harus mengalahkan segalanya. Begitu pula Ismail, pemuda yang patuh, tidak melawan takdir, justru berkata, “Wahai Ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah, engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Apa yang mereka ajarkan? Azzam. Tekad. Kekuatan jiwa. Keteguhan iman. Keberanian untuk menyerahkan sesuatu yang paling dicintai demi Yang Maha Mencintai.
Qurban di Masa Kini: Azzam dalam Diam
Hari ini, mungkin kita tidak diminta untuk menyembelih anak sendiri. Tapi qurban tetap meminta pengorbanan. Dari menabung berbulan-bulan, menyisihkan rezeki di tengah kebutuhan yang menghimpit, hingga mengalahkan ego yang ingin bersenang-senang demi bisa membeli hewan qurban.
Ada seorang ibu rumah tangga yang menabung dari sisa belanja harian. Setiap receh yang ia simpan adalah bentuk cinta yang diam—azzam yang tak terlihat. Ada anak muda yang memilih menahan beli gadget demi ikut qurban pertamanya. Ada kepala keluarga yang diam-diam menyisihkan bonus tahunan bukan untuk liburan, tapi untuk memberi daging kepada tetangganya yang jarang makan lauk.
Mereka semua mungkin tak terdengar kisahnya. Tapi langit mencatat. Malaikat bersaksi. Dan Allah melihat—bahwa di balik qurban mereka, tersembunyi azzam yang tangguh.
Qurban: Lebih dari Sekadar Ritual
Qurban adalah cermin dari diri kita. Apakah kita benar-benar ikhlas? Apakah kita berani melepaskan apa yang kita cintai? Apakah kita memiliki azzam yang cukup untuk mendahulukan ridha Allah di atas kesenangan pribadi?
Tidak semua orang bisa berqurban. Tapi semua orang bisa belajar dari makna qurban. Karena inti dari qurban adalah menyerahkan hati sepenuhnya kepada Allah, dan itu hanya bisa dilakukan oleh jiwa yang tangguh.
Mari Menjadi Bagian dari Kisah Cinta Ini
Setiap qurban adalah kisah cinta. Bukan hanya antara hamba dan Tuhannya, tapi juga cinta kepada sesama. Daging yang dibagikan, senyum yang tercipta, doa yang terucap dari yang menerima—semuanya adalah buah dari sebuah tekad yang tidak mudah: azzam yang lahir dari iman yang mendalam.
Maka, jika tahun ini kau berqurban, jangan sekadar melihatnya sebagai formalitas. Lihatlah sebagai pengorbanan yang sarat makna. Dan jika kau belum mampu, tetaplah tanamkan azzam dalam hati. Karena bisa jadi, qurbanmu bukan hewan yang kau sembelih, tapi kesabaranmu, keikhlasanmu, dan tekadmu untuk terus mendekat pada-Nya.
0 Komentar