Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia mengenang sosok perempuan luar biasa yang telah menyalakan nyala obor kesadaran Raden Ajeng Kartini. Bukan hanya sebagai pejuang emansipasi wanita, Kartini adalah simbol kekuatan yang lahir dari harapan, dan harapan yang bertahan karena kekuatan. Dalam surat-suratnya yang sederhana namun tajam, ia menulis tentang ketidakadilan, ketimpangan, dan impian akan masa depan yang lebih cerah bagi perempuan.
Hari Kartini bukan sekadar peringatan sejarah. Ini adalah panggilan jiwa, bahwa perjuangan belum selesai. Bahwa setiap perempuan hari ini, dari yang bersekolah di pelosok desa hingga yang duduk di kursi kepemimpinan, adalah bagian dari cerita yang dulu hanya bisa dibayangkan oleh Kartini.
Kita hidup di zaman yang ia impikan di mana perempuan boleh berpikir, berbicara, dan bermimpi setinggi langit. Tapi kenyataan juga mengingatkan kita, masih ada perempuan yang terkekang budaya, pendidikan yang belum merata, serta kekerasan dan diskriminasi yang membayangi langkah-langkah mereka. Maka, Hari Kartini juga adalah hari refleksi: sudah sejauh apa kita meneruskan perjuangannya?
Merayakan Hari Kartini adalah merayakan keberanian. Keberanian seorang ibu yang menghidupi anak-anaknya sendirian. Keberanian seorang gadis kecil yang berjalan kaki berjam-jam ke sekolah. Keberanian perempuan muda yang menolak diam saat haknya dilanggar. Mereka adalah Kartini masa kini dan kita semua adalah saksi, sekaligus pelanjut cerita.
Kita tidak harus menjadi pahlawan besar untuk mewarisi semangat Kartini. Cukup dengan menjadi pribadi yang berpihak pada kebaikan, mendukung pendidikan, menjunjung kesetaraan, dan tidak menyerah pada keadaan.
Selamat Hari Kartini. Semoga semangatmu terus tumbuh dalam setiap langkah perempuan Indonesia yang bermimpi, yang berjuang, dan yang tidak pernah berhenti berharap.
“Habis gelap, terbitlah terang.” R.A. Kartini
0 Komentar